banner 728x250

Sengketa Lahan Emas Ratatotok: Ci Gin Vs PT HWR, Tarik Menarik Sertifikat dan Izin Tambang

SULUT, KONTRASNEW.Com –  Konflik kepemilikan lahan di Ratatotok, Minahasa Tenggara, Provinsi Sulawesi Utara, kembali memanas. Elisabeth Laluyan alias Ci Gin, seorang perempuan pemilik lahan yang sudah mengantongi dua sertifikat AJB dan putusan pengadilan, kini bersitegang dengan PT Hakian Wellem Rumansi (HWR), perusahaan tambang emas yang disebut telah menambang secara aktif di atas tanah miliknya.

Masalah ini bukan perkara baru, tapi sejak Maret hingga Mei 2024, Ci Gin menuding PT HWR telah mengeruk material tambang di lahan seluas 74.085 meter persegi miliknya tanpa izin. Empat unit alat berat disebut beroperasi selama dua bulan, menyebabkan kerusakan yang ditaksir mencapai Rp5 miliar.

Ci Gin memegang dua AJB tertanggal 2010 dan 2014. Ia juga telah memenangkan dua perkara penting: gugatan perdata (No. 192/Pdt.G/2014/PN Tnn) dan pidana (No. 50/PID/2015/PT.MND), yang memperkuat legalitas kepemilikannya.

Namun, PT HWR bersikukuh bahwa lahan itu termasuk wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) mereka. Sayangnya, saat mediasi difasilitasi pihak kecamatan, perwakilan perusahaan tidak sekalipun hadir dari tiga kali undangan resmi.

Ketegangan tak berhenti di meja mediasi. Laporan pengrusakan dan dugaan intimidasi terhadap warga yang mendukung Ci Gin kini diselidiki Polres Minahasa Tenggara. Bahkan Propam Polda Sulut turun tangan menyusul dugaan adanya tembakan peringatan saat warga berada di lokasi.

Situasi makin panas ketika pada akhir Juni 2025, Ci Gin mengerahkan alat beratnya sendiri untuk kembali mengakses lahan yang diklaim miliknya. Aksi ini ditentang aparat keamanan perusahaan dan sejumlah ormas pendukung PT HWR, yang menyatakan bahwa Ci Gin melanggar batas wilayah IUP aktif.

Konflik ini makin kompleks setelah pihak PT HWR balik melaporkan Ci Gin ke Polres dengan dalih penyerobotan lahan tambang. Mereka juga menyerahkan dokumen IUP sebagai bukti legalitas operasi tambang di wilayah itu.

Kini, pemerintah setempat bersama aparat penegak hukum sedang menelusuri status hukum lahan: apakah benar IUP PT HWR tumpang tindih dengan hak milik pribadi Ci Gin, atau sebaliknya?

Jika terbukti terjadi pelanggaran, PT HWR bisa dikenai sanksi administratif, hingga pencabutan izin tambang. Di sisi lain, Ci Gin dikabarkan tengah mengupayakan permohonan status quo ke pengadilan guna menghentikan eksploitasi hingga status hukum lahan ditetapkan secara final.

Konflik antara Ci Gin dan PT HWR menjadi gambaran tarik-ulur antara hak milik pribadi dan kepentingan industri tambang. Dengan mediasi yang gagal, laporan saling lapor, dan dugaan pelanggaran yang melibatkan aparat, nasib lahan ini kini ada di tangan penyelidikan aparat dan pengadilan.

Apakah pengadilan akan menegaskan kembali hak Ci Gin, atau legalitas IUP PT HWR akan bertahan? Satu yang pasti: pertarungan belum berakhir. *

 

( Hf.B)