banner 728x250

Kasus Pencabulan Anak Tiri, Komnas PA Jateng : Penegakan Hukum Tidak Boleh Parsial

Dhony Fajar Fauzi, SH.MH (paling kanan) didampingi Rosalia Esther Dini Kusuma, ketika memberikan keterangan pers.

SOLO, KONTRASNEW.com – Menanggapi terjadinya kasus pencabulan anak tiri yang kini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Surakarta, bernomor perkara 62/PIDSUS/2024/PN.SKT dengan terdakwa SK (70), Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) berpendapat, penegakan hukum itu harus tuntas, tidak boleh parsial “Kami mengapresiasi atas kinerja kepolisian Polres Surakarta yang bergerak cepat, hingga dalam waktu cepat pula perkara ini dapat disidangkan, namun belum tuntas” kata Dhony Fajar Fauzi, SH.MH, ketua Komnas PA Jateng kepada wartawan

Ungkapan Dhony itu, diutarakan pada Rabu (22/5/2024) dikantornya Jl Tj Raya, Karangasem, Laweyan, Solo. dari informasi yang berkembang, dalam kasus ini ada dugaan keterlibatan ibu kandung korban AS (63), maka Komnas PA Jateng melakukan investigasi dengan mewawancarai beberapa tetangga AS dan juga mempelajari isi dari surat dakwaan jaksa penuntut umum  (JPU). “Dari hasil investigasi kami, didapat hipotesis, bahwa ibu kandung korban, patut dianggap turut serta dalam tindak pidana pencabulan anak” tandasnya

Karena dilakukan AS dengan sadar, sebagaimana yang AS utarakan saat bertemu dengan Ketua Komnas PA Kota Surakarta, Rosalia Esther Dini Kusuma  di Polres Surakarta. “Untuk bisa memastikan, pernyataan AS benar-benar dibawah ancaman atau tidak, tentu dibutuhkan  adanya saksi ahli dibawah sumpah, untuk  memberikan keterangan jika AS selama bertahun-tahun membiarkan anak kandungnya dicabuli ayah tirinya, karena adanya tekanan dan ancaman” tegas Dhony  didampingi Rosalia dan jajarannya

Membuka Penyidikan

Dengan adanya tindak eksploitasi anak yang dilakukan oleh ibu korban AS terhadap anak kandungnya GK (21). Maka Polisi perlu membuka kembali penyidikan terhadap  AS. Ia harus ikut bertanggungjawab, karena melakukan pembiaran, bahkan membantu SK untuk menjalankan tindak pencabulan terhadap korban dan berlangsung selama 9 tahun. “Karena pengungkapan kasus ini belum lengkap, ibaratnya layaknya orang sudah berdandan, namun lupa belum pakai celana, sehingga tidak pas atau kurang tepat” sindir Dhony

Sementara itu menurut Ema (sebutan akrab Rosalia Esther Dini Kusuma)menegaskan, Komnas PA kota Surakarta fokus melakukan pendampingan terhadap korban dan untuk kedepannya bersama dengan Unit PPA Polres Surakarta, DP3AP2KB Surakarta, serta instansi terkait lainnya untuk memberikan pendampingan psikologi. “Kami tetap mengawal dan melakukan pendampingan kepada  Korban, sebab tugas kami memang melakukan pendampingan terhadap anak yang bermasalah” ujar Ema

Sidang pencabulan anak tiri tersebut digelar dan hingga kini masih berproses di Pengadilan Negeri Surakarta, dengan Hakim Ketua, Nur Yusni, SH dan JPU (jaksa penuntut Umum) Zunaidah, SH. kasus ini terkuak, tindak pencabulan itu terjadi sejak korban lulus SMP. “Hal itu dilakukan, karena ada kesempatan. Diketahui, sebelum SK menikah dengan AS mereka  berstatus duda dan janda beranak satu bernama GK.

Mereka menikah tahun 2009. Ketika itu korban masih berusia sekitar 7 tahun. Setelah menikah, ketiganya tinggal bersama dalam satu rumah, di Kampung Sidomulyo, Banyuanyar, Kadipiro, Solo. Selama tinggal serumah, ketiganya tidur satu kamar dan berjalannya waktu, SK timbul hasrat birahinya untuk mencabuli GK, namun awalnya ketika hasrat itu mau dilakukan, justru diketahui AS yang awalnya melarang, karena korban masih belum cukup umur.

Namun, beberapa tahun kemudian, setelah GK sudah lulus SMP baru terdakwa diijinkan AS untuk melakukan tindak pencak abulan. Bahkan saat melakukan hubungan badan pertama  kali, AS dengan sadar ikut membantu memegangi tangan korban yang  saat itu terjadi  di ruang tamu didepan televisi. Perbuatan pencabulan itu berlangsung berulangkali dan dalam waktu  lama, sehingga menjadikan sesuatu kebiasaan.

 

(Hong)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *